Memaknai Sedih
Semua manusia pasti pernah ngerasain sedih namun mungkin di fase yang berbeda, di sebab yang berbeda dan di cara yang tak sama dalam memaknai sedih
Aku pun begitu, aku selalu merasa bahwa sedih terlalu
mengambil seluruh hidupku tak adil karena bahagia jarang sekali datang. Seolah
seluruh hari-hariku diliputi dengan kesedihan.
Kemana perginya bahagia itu ? kenapa tak kunjung
datang ?
tapi , semua yang terlintas diatas itu hanya ada di
kepala
pertanyaan demi pertanyaan yang kuciptakan tak pernah
terluahkan
ntah apa maksudnya, ntah ingin berlama-lama atau
bagaimana.
Namun yang pasti, kita memiliki banyak luka serta
kehilangan.
Anggap kita semua sedang dalam keadaan sakit, dan yang
punya keinginan untuk sembuh itu hanya dimiliki orang-orang yang sadar dirinya
sedang terluka dibanding mereka yang ga merasa. Ntah itu karena ia membohongi
dirinya sendiri, menolak, atau mengusir luka itu.
Sebelum sembuh dan memperbaiki, kita perlu menerima
luka itu lalu mengakui bahwa memang ada yang perlu disembuhkan dan di perbaiki.
Dan untuk kita yang bersemangat dan mempunyai
keinginan untuk sembuh, jangan lupa untuk berterimakasih pada diri sendiri.
Terimakasih sudah mau akui kebutuhan dan mendegar harapannya.
Aku yakin ga mudah bisa berfikir dan mengatasinya
secepat ini, apalagi kalau lagi berada di fase tersebut. Difase dimana sedih
sedang menguasai di puncak-puncak diri.
Namun, setidaknya tulisan ini akan terngiang dan
terekam indah pada saat itu. Aku ingin memeluk mu, jika sedih itu benar-benar
datang menghampiri, aku tau rasanya pertahanan pun akan runtuh
seruntuh-runtuhnya. Sangat sulit untuk sekarang mendapatkan sebuah tempat
nyaman dalam diri orang lain, maka itu kita harus menjadikan diri kita sendiri
tempat paling nyaman.
Oops, bukan maksudku menyuruhmu mejauhi temanmu atau
memilih jadi makhluk yang gamau bersosial, padahal kan kita sama-sama tau bahwa
fitrah kita sebagai manusia itu ya menjadi makhluk bersosial. Selagi kamu hidup
di dunia ini, maka kamu masih membutuhkan orang lain.
jadi gimana sih? Tadi disuruh cari nyaman di diri
sendiri tapi tetap harus bersosial dengan orang lain. Kalau ternyata jadinya
nyaman sama orang lain, terus kehilangan diri sendiri gimana dong ?
yahh berarti kamu harus mengendalikan perasaan mu dan
mindset kamu harus diubah.
Kalau aku pribadi,aku tetap menerima orang lain untuk
masuk kedalam hidupku namun kebahagiaan dan kesedihanku itu aku yang tentukan.
Peran kebahagiaan takkan ku letakkan pada diri orang lain, karena ku tau jika
aku meletakkannya pada orang lain. Lalu tentang manusia yang sifatnya dinamis
atau tidak menetep itu akan sangat membahayakan. Karena kalau ternyata dia
pergi, maka bersamanya pergi jugalah bahagiaku. Apakah itu adil ?
Ya seperti itulah jika bahagia ku letakkan pada diri
orang lain.
Dan dalam hidup pun, kita akan menemui banyak rasa,
Aku pernah iseng bertanya sama salah satu anak didik
ku. Kurang lebih begini ku tanya “ dik, menurut mu selama kamu ada di dunia
ini, mana yang paling dominan perasaan sedih atau bahagia?” lalu dengan cepat
ia menyawab “ perasaan sedih kak”
Wah, luar biasa untuk anak usia 9 tahun sudah menjawab
seperti itu, padahal untuk kita yang sudah pada titik dewasa secara usia. Menjadi anak kecil dan
kembali ke masa kecil itu sebuah impian, bukan? Ntahlah, kenapa bisa jawaban
itu keluar dari mulut anak kecil itu. Aku pun lupa untuk menyediakan diriku
untuk mendengar alasan apa yang membuat ia menjawab seperti itu.
Terkadang aku menebak-nebak faktor penyebabnya apa karena uang jajan yang sedikit ? atau
keinginan membeli mainan yang tak di turuti? Atau bahkan sedih karena merasa di
paksa dalam mengerjakan tugas/belajar?
Makhluk kecil itu unik sungguh lugu dalam memaknai
sedih.
Namun tak jarang pikiran dramatis ku menguasai.
Bagaimana jika ini beneran luka dan sedih yang akan menjadi penyebab timbulnya
hal di luar dugaan ketika ia dewasa nanti? Yang dinamakan inner child.
Jujur, aku pernah berfikir juga ingin kembali ke masa
kecil ketika usia ku yang sekarang. Bukan untuk mengulang kenangan atau
merasakan kejadian-kejadian di masa kecil, namun lebih ke ingin kabur dari
beban dan ambisi yang di pikul ku sekarang.
Maafkan aku , Tuhan.
Aku terus belajar memahami bahwa skenario yang Engkau
ciptakan luar biasa hebat dan menghebatkan aku.
Komentar
Posting Komentar